TULANG BAWANG, ECHANEWS.Com
Sikap arogan dan tak pantas ditunjukkan oleh oknum Kepala Kampung Bakung Ilir, Kecamatan Gunung Meneng, Kabupaten Tulang Bawang, Wiradi Sapda, saat dikonfirmasi terkait dugaan adanya pungutan pada pembuatan sertifikat program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2020. Menggala, 07/072021.
Bahkan selain membentak dengan nada kasar, oknum Kepala Kampung ini juga menantang dan mendesak awak media untuk menghadirkan narasumber kepadanya.
“Kalau saya selaku kepala kampung hanya menarik Rp 200 ribu, jadi tolong sampaikan ke narasumber anda seperti itu, dan tolong masyarakat itu beritahu dengan saya siapa orangnya dan dia memberi ke siapa. Jangan ngawur narasumber itu silahkan cek di kuitansi,” jawab Wira dengan nada keras sambil membentak wartawan, saat dihubungi melalui via ponsel.
Tak sampai di situ, yang bersangkutan juga bersikeras meminta identitas narasumber dan menyebut awak media ini telah melanggar kode etik jurnalistik karena melindungi narasumber (warga yang mengeluhkan besarnya biaya pembuatan PTSL tersebut).
“Narasumber jangan dibuat-buat, dan katakan siapa orangnya. Bila perlu hadirkan di hadapan saya. Jika anda berkata kode etik seharusnya anda bisa membuktikan dan mengatakan siapa nama sumbernya, kalau begitu anda sudah tidak sesuai kode etik lagi sebagai wartawan,” ujarnya, dengan nada emosi.
Sebelumnya, sejumlah warga Kampung Bakung Ilir Kecamatan Gedung Meneng Kabupaten Tulang Bawang mengeluhkan besarnya pungutan biaya pembuatan sertifikat tanah di kampungnya.
“Pada tahun 2020 yang lalu, saya buat sebanyak 15 buku dipintai biaya per bukunya Rp 1 juta, sebenarnya tidak pantas dengan biaya semahal itu. Namun apalah daya, saya hanya orang biasa yang tidak mengerti tentang aturan,” ungkap salah satu warga, belum lama ini.
Menurut dia, bukan hanya dirinya saja yang mempertanyakan soal biaya pungutan tersebut, namun juga banyak warga lainnya. Dibebankan dengan tarif yang sama sebagai syarat pembuatan sertifikat pada program PTSL, sebelumnya dikenal PRONA.
“Sebenarnya masih banyak warga lainnya yang dikenakan biaya seperti itu, baik pribumi maupun bukan, tetap harus membayar,” keluhnya. (Red)